Plus-Minus Unit Linked bagi Investor

Tuesday, June 12, 2007 0 comments

Plus-Minus Unit Linked bagi Investor

Kamis, 16 September 2004
Oleh : Eva Martha Rahayu (www.swa.co.id)


Rendahnya bunga deposito tidak disia-siakan perusahaan asuransi untuk berlomba menawarkan produk unit linked sebagai alternatif investasi. Hanya saja, hati-hatilah, jangan terkecoh dengan ilustrasi return yang wah.


?Dapatkah return unit linked mengalahkan inflasi?? tanya Gusnul Pribadi, pembaca SWA melalui surat elektroniknya di Rubrik Warkat edisi 18/2004. Ia khawatir imbal hasil yang ditawarkan unit linked akan lebih rendah dari laju inflasi. Sebab isi portofolio produk ini selain bermuatan asuransi, juga mengandung nilai investasi. Nah, untuk investasinya memang mirip reksa dana. Uangnya diputar ke saham, obligasi, pasar uang, efek luar negeri atau instrumen lain.

Rasa bimbang Gusnul mungkin akan terobati jika ia menyimak return unit linked keluaran Prudential. Perusahaan asuransi yang menjadi pionir penerbitan unit linked di Indonesia ini memiliki lima produk dengan kinerja return rata-rata di atas inflasi. Prulink Rupiah Manage Fund mencetak return 30,74% dan Prulink Rupiah Equity Fund 65,93% dalam satu tahun terakhir.

Tidak hanya kinerja unit linked berbasis rupiah yang kinclong. Charlie Oropeza, Presdir PT Prudential Life Assurance, mengklaim, return Prulink US Dollar Manage Fund pun tak mengecewakan. ?Tahun 2003 hasil investasinya mencapai 7,10%,? ujarnya. Tentu saja imbal hasil itu jauh lebih gede dari rata-rata bunga deposito US$ yang di bawah 1%.

Ke mana saja Prudential mengelola dana unit linked itu? Menurut Charlie, untuk Prulink US Dollar Manage Fund, dananya ditempatkan di obligasi, saham dan instrumen pasar berbasis US$. Sementara itu, dana Prulink Rupiah Manage Fund diputar ke instrumen obligasi, saham dan pasar uang berbasis rupiah. Berikutnya, Prulink Rupiah Equity Fund dimasukkan ke berbagai jenis saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.

Pemain bisnis unit linked baru pun tak mau ketinggalan. Sebut saja PT Astra CMG Life yang mengaku sukses menelurkan produk Investra pada Pebruari 2004. Keberhasilan Investra sepertinya ingin diulang kembali dengan peluncuran Investra Plus bulan Juli lalu. Ivonne P. Chandra, Direktur CMG Life, menjelaskan ada dua macam jenis dana investasi Investra Plus. Pertama, Balanced Funds dengan estimasi return 9%-15%/tahun. Tipe ini penempatan investasinya ke saham 10%-80%, pasar uang 20%-80%, obligasi 10%-80%, dan efek luar negeri 0%-15%. Kedua, Bond Funds yang diekspektasi mampu mencetak return 10%-12%. Jenis ini mengalokasikan investasinya ke obligasi 80%-100%, pasar uang 0%-20%, dan efek mancanegara 0%-15%.

Dari gambaran return unit linked di atas benarkah produk ini menarik untuk investasi? Perencana Keuangan Pavillion Capital Aidil Akbar Madjid menyikapi maraknya tawaran produk unit linked dari dua sisi: positif dan negatif. Ekses postifnya sebagai alternatif investasi sekaligus asuransi bagi investor. Negatifnya? Salah kaprah. ?Masih banyak agen asuransi yang salah menjualnya. Produk ini dianggap sebagai asuransi, padahal sesungguhnya unit linked adalah produk investasi,? Akbar menegaskan.

Untuk investasi, unit linked mempunyai beberapa keunggulan. Lihatlah, dengan membeli produk ini investor menjadi disiplin menempatkan dana untuk periode jangka panjang. Selain itu, ada insentif investasinya karena bebas pajak. Juga, ada perlindungan asuransi dengan beragam pilihan (berupa rider). ?Fleksibilitas unit linked tinggi baik dari sisi proteksi maupun investasi,? timpal Muhammad Ichsan, Financial Planner Prime Planner. Lagi pula, sambung Ichsan, meski produk ini gabungan investasi dan asuransi, pertumbuhan dana kelolaan terpisah neracanya.

Betul, unit linked berbeda dari asuransi konvensional. Kalau asuransi tradisional nilai tunainya terbatas ditempatkan ke produk atau jasa yang disodorkan perusahaan asuransi. Lain halnya unit linked. Di sini investor bebas memilih instrumen investasinya, mulai dari deposito, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, reksa dana saham atau reksa dana pasar uang. Dengan demikian, investor dapat mengubah jenis investasi yang ditempatkan sesuai dengan persepsi dan perkembangan pasar. Sebagai contoh, jika awalnya dana ditempatkan ke deposito, tapi di lain waktu bursa menunjukkan potensi lebih baik, dana itu bisa dialihkan ke reksa dana saham. Lagi pula, lanjut Ichsan, meski produk ini gabungan investasi dan asuransi, terpisah neracanya.

Di lain pihak, unit linked tak luput dari kelemahan. Menurut Ichsan, total minimum premi yang wajib dibayar unit linked lebih tinggi dari asuransi tradisional. Risiko investasinya pun ditanggung oleh pemegang polis. Dan, investor mesti sabar karena manfaat investasi baru dirasakan secara optimal setelah 6 tahun.

Akbar sepakat dengan Ichsan soal manfaat unit linked yang tidak bisa segera dipetik. Menurutnya, nilai tunai (investasi) produk ini tidak langsung terbentuk karena menunggu tiga tahun dulu. Pada tahun pertama dan kedua, dananya untuk menutupi biaya-biaya, di mana porsi terbesarnya membayar komisi agen. Kalau pun nilai tunai bisa ditarik atau dipinjam tidak dapat 100%. ?Biasanya hanya dapat 90%,? ungkap Akbar.

Perihal biaya ini cukup pelik, karena kadang tidak transparan. Selain fee manajemen yang ditarik manajer investasi 0,5%-2%, perusahaan asuransinya pun ikut-ikutan mengenakan biaya. Tidak bisa dipungkiri pihak asuransi membebankan biaya pengelolaan dan pemeliharaan rekening investasi 0,5%-2%. Dengan demikian pemegang polis unit linked otomatis kena potongan fee dua kali. Ujung-ujungnya, jika banyak biaya terselubung, akan menggerus return itu sendiri.

Lantas bagaimana strategi menyiasatinya agar tidak kejeblos investasi unit linked? Baik Akbar maupun Ichsan setuju mula-mula harus dilihat dulu tujuan dan kebutuhan investasi tiap investor. Apakah tujuan beli unit linked untuk memenuhi proteksi atas hilangnya pendapatan karena cacat, meninggal, menderita penyakit kritis, ataukah lebih ditujukan untuk akumulasi kekayaan alias investasi.

Apabila tujuan nasabah untuk investasi, polis premi tunggal lebih cocok. Karena, jenis polis ini mengandung unsur asuransi lebih rendah ketimbang investasinya. Sebaliknya, polis unit linked dengan pembayaran premi berkala dirancang untuk fokus ke proteksi. Celakanya, banyak nasabah yang terkecoh membeli polis unit linked berkala dengan tujuan untuk investasi. Bisa diduga, nasabah golongan ini bakal kecewa setelah tahu dananya ludes untuk berbagai biaya asuransi.

Akbar mengingatkan, jika nasabah membutuhkan proteksi lebih dari 25 tahun, unit linked boleh dipertimbangkan. Namun, andaikata nasabah hanya perlu asuransi 10-20 tahun, lebih baik membeli asuransu term life dan sisanya untuk belanja reksa dana.

Peran unit linked juga dibutuhkan untuk perencanaan warisan. Artinya, bila ada nasabah kaya yang cemas jika nanti meninggal akan terjadi perebutan harta karena tanpa surat wasiat, dengan unit linked sudah ada jatah pembagian porsi warisan itu kepada para ahli warisnya. ?Jangan lupa, untuk meminta uang pertanggungan sekecil-kecilnya dan premi sebesar-besarnya, karena sesuai tujuan utamanya: untuk investasi,? Akbar menyarankan.

Di samping memperhatikan tujuan atau kebutuhan dari pembelian unit linked, investor harus mempertimbangkan faktor siapa manajer investasinya, bagaimana track record perusahaan asuransinya, profil risiko Anda, pelajari produknya lebih dalam dan teliti kembali iming-iming yang ditawarkan agen penjual unit linked.

Sejatinya, apa pun tujuan investasinya, tiap unit linked selalu mempunyai komponen investasi yang besar-kecilnya tergantung pada jenis produk yang dipilih. Yang jelas, unit linked tidak memberikan garansi atas bunga ataupun pokok investasinya.

Prospek unit linked ke depan, diyakini perencana keuangan dan perusahaan asuransi masih menjanjikan. Pasalnya, investor makin membutuhkan diversifikasi investasi ke beberapa keranjang investasi yang tak ada pajaknya. Lagi pula, produk ini memberikan kontribusi pendapatan premi menonjol bagi perusahaan asuransi. Dirut Sequis Life Tatang Widjaja, umpamanya, membenarkan bahwa kontribusi unit linked mencapai 86% dan 14% dari produk asuransi tradisional. Sementara itu, bagi Prudential dari Rp 759 miliar premi yang dibukukan semester I/2004 lebih dari 50% bersumber dari unit linked.


BOKS:

Return Unit Linked Vs. Reksa Dana

Berdasarkan kalkulasi Akbar, semenarik apa pun unit linked, lebih baik membeli produk yang murni investasi atau murni asuransi (term, whole, endowment). Penyebabnya, di unit linked diduga ada dua kali penarikan biaya: fund dan asuransi, sehingga return tidak maksimal. Tidak percaya? Mari kita lihat ilustrasi berikut ini dengan asumsi penarikan tunai tahun ketiga.

Nasabah X berusia 31 tahun ingin investasi dengan periode 20 tahun. Kebutuhan proteksi yang diharapkan X sebesar Rp 2 miliar. Dengan proteksi Rp 2 miliar, X diharuskan bayar premi minimal Rp 12 juta per tahun (berdasarkan rate book asuransi). Di unit linked ? terdapat kombinasi asuransi dan investasi, untuk asuransinya di tahun ketiga dianggap hangus. Sementara itu, nilai tunai yang bisa ditarik di tahun ketiga cuma Rp 8 juta (setelah dikurangi biaya asuransi dan reksa dana yang dikenakan di awal investasi).

Seandainya duit Rp 8 juta digunakan beli reksa dana yang dibayarkan per tahun dengan asumsi return kisaran 12%, X menuai return akhir tahun ketiga Rp 30,23 juta (biasanya fee reksa dana kecil dan hanya sekali saat redemption di akhir investasi tahun kelima). Sementara itu, jika membeli asuransi jiwa murni dengan premi Rp 12 juta/tahun, tapi pada tahun ketiga jika terjadi musibah X meninggal, ahli warisnya mendapatkan nilai pertanggungan Rp 2 miliar.


Unit Linked
Asuransi Investasi/ Nilai Tunai

_____________________________________________

Tahun I : Rp 12 juta 0
Tahun II: Rp 12 juta 0
Tahun III: Rp 12 juta Rp 8 juta

(perkiraan return setelah dikurangi biaya)

Reksa Dana

Tahun I : Rp 8 juta x 12% (kisaran return reksa dana) = Rp 960 ribu
: Rp 8 juta + Rp 960 ribu = Rp 8,96 juta

Tahun II : Rp 8,96 juta + Rp 8 juta = Rp 16,96 juta
: Rp 16,96 juta x 12% = Rp 2,03 juta
: Rp 16,96 juta + Rp 2,03 juta = Rp 18,99 juta

Tahun III : Rp 18,99 juta + Rp 8 juta = Rp 26,99 juta
: Rp 26,99 juta x 12% = Rp 3,24 juta
: Rp 26,99 juta + Rp 3,24 juta = Rp 30,23 juta


Riset : Asep Rohimat (swa)

0 comments: to “ Plus-Minus Unit Linked bagi Investor so far...